Menjaga Keseimbangan Spiritual, Sosial dan Kultural: Di Tengah Perayaan Tahun Baru Hijriyah 1445 H

Menjaga Keseimbangan Spiritual, Sosial dan Kultural: Di Tengah Perayaan Tahun Baru Hijriyah 1445 H

Oleh: Dr. Muhammad Tisna Nugraha, M.S.I/

Anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Kalbar

Setiap tanggal 1 Muharram umat Islam di hampir di seluruh dunia turut merasakan kedatangan Tahun Baru Islam yang dikenal juga dengan istilah Tahun Baru Hijriyah. Dan di tanggal 19 Juli 2023 Masehi ini, kalender Hijriyah dapat dikatakan sudah memasuki tanggal 1 Muharram 1445 Hijriyah. Suatu pergeseran angka yang tidak dapat dilepaskan dari fenomena alam berupa peredaraan bulan.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki beragam perbedaan dalam hal menyambut Tahun Baru Hijriyah, ada diantaranya menyambut peristiwa ini dengan penuh semangat dan antusiasme. Ada pula dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih sederhana atau bahkan hanya berdiam diri di rumah. Namun dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentunya memiliki peran penting dalam menyampaikan nilai-nilai positif yang ada di balikTahun Baru Islam.

Sebagai suatu lembaga yang juga berfungsi sebagai penasihat dalam hal kehidupan beragama, sosial, dan budaya. MUI tentunya turut berperan dalam menjaga ajaran agama Islam dengan tata nilai sosial dan budaya lokal yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, Tahun Baru Islam memiliki signifikansi yang terang bagi umat Islam di era digital. Karena, hal ini bukan sekedar menyambut perubahan angka yang di kalender, tetapi juga momen untuk melaksanakan introspeksi dan pembaruan komitmen bagi diri sendiri dalam hal keimanan, sosial dan kultural. Untuk itu, Tahun Baru Islam hendaknya diisi dengan program-progaram kebijakan yang bermanfaat dan penuh makna. Agar tahun baru ini dapat lebih baik dari sebelumnya. Sebagaimana ungkapan populer yang menyatakan: “Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia merugi.”

Lebih lanjut umat Islam juga dihimbau untuk menyambut Tahun Baru Islam dengan cara-cara yang lebih substantif. Termasuk dengan melakukan kegiatan-kegiatan spiritual seperti sholat malam, zikir dan doa, membaca Al-Quran, maupun mendengarkan ceramah yang diharapkan dapat menyirami jiwa dan ruhan agar dapat selalu berjalan di jalan yang benar. Selain membuat resolusi baru yang berkaitan dengan peningkatan keimanan, kilmuan, ibadah dan amal.

Pada konteks sosial, MUI berharap umat Islam dapat memanfaatkan momentum Tahun Baru Hijriyah sebagai kesempatan untuk berbagi kebaikan kepada sesama. Baik itu dalam bentuk sedekah, infaq, atau berbagai nilai-nilai kebaikan lainnya yang sejalan dengan ajaran Islam.

Terakhir, MUI juga memahami bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Oleh karena itu, perayaan Tahun Baru Islam adakalanya diisi dengan berbagai acara berupa festival budaya maupun kegiatan tradisi lokal yang beragam. Namun tentunya hal ini dapat dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan antara aspek spiritual, sosial dan kultural dalam pelaksanaannya.

Tahun Baru Hijriyah tentunya penting untuk diisi dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam, sekaligus menghargai kondisi sosial, yang ada saat ini dan keberagaman budaya yang ada Indonesia. Melalui pendekatan yang seimbang ini dalam menjaga harmoni dan kerukunan di antara masyarakat yang beragam. Melalui pendekatan yang seimbang antara spiritual, sosial dan kultural, maka penyambutan tahun baru ini bukan hanya dipandang dari sisi meriahnya, tetapi juga penuh makna dan relevan dengan konteks sosial budaya Indonesia. Dengan demikian, Tahun Baru Hijriyah menjadi perayaan yang menggembirakan dan memperkaya kehidupan spiritual dan sosial masyarakat Indonesia.

Share this post