Puasa, Ikhtiar Menghadirkan Allah SWT

Puasa, Ikhtiar Menghadirkan Allah SWT

Pontianak – mui-kalbar.or.id, Kembali, MUI Kalimantan Barat melalui Komisi informasi dan Komunikasi menyuguhkan serial program Ramadhan, Ngaji Ramadhan seri-2 pada Senin, 19/4, atau 7 Ramadhan 1442 H. Kali ini, Program Ngaji Ramadhan menghadirkan narasumber Dr. Adnan Mahdi, M.S.I, Pegiat Islam Tariqah Qadiriah Naqsabadiyah (TQN), yang juga pengurus Cabang Majlis Ulama Kabupaten Sambas.

Dalam kesempatan yang hanya berlangsung lebih kurang 30 menit (12.30 – 13.00 Wib), Dr. Adnan berbagi sedikit pandangan dan pencerahan mengenai puasa dan hakikat ketakwaan. Ada dua kata kunci yang menjadi titik bernagkat kajian Ramadhan yang beliau sampaikan siang itu, yakni Shiyam (puasa) dan taqwa (ketakwaan).

Shiyam itu sesungguhnya meliputi aspek lahiriah dan juga bathiniah. Aspek lahiriah sebagaimana umumnya dilakukan umat Islam dalam bentuk menahan diri dari kebutuhan fisik (tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hubungan seksual) di waktu siang (kelaparan jasmani). Sedangkan aspek bathiniah dari puasa adalah mencegah dan mengendalikan diri dari segala bentuk kerakusan dan ketamakan diri (kelaparan rohani).

Karena itu, menurutnya ada sedikitnya lima substansi dasar dari ibadah puasa yang kita lakukan; pertama puasa sebagai satu ikhtiar pengendalian diri secara menyeluruh, meliputi aspek jasmani dan rohani.

Kedua, puasa merupakan kebutuhan manusia untuk menata kerja organ tubuh, dan mengatur kesehatan pencernaan. Hal ini diakui oleh banyak ahli kesehatan sebagai manfaat kesehatan dari ibadah puasa.

Ketiga, puasa merupakan instrumen perjuangan mengendalikan hawa nafsu untuk taat kepada Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Tirmizi, Tabrani dan Hakim (Al-mujaahidu Man Jahada Nafsahu fi ta`atillah).

Keempat, puasa juga merupakan mujahadah menjacapai musyahadah dalam semua elemen diri (sadr, galb, fuad, syaghaf, lubb dan sirr).

Kelima, puasa juga merupakan ikhtiar membelenggu syaithan dengan segala bentuk bisikan jahat dalam diri kita, termasuk mempersempit jalan masuk syaithan ke dalam tubuh manusia dengan mengatur pola makan yang sesuai dengan anjuran Nabi Saw, dengan tidak memenuhkan isi perut dengan makanan. Melainkan membaginya ke dalam tiga bagian, makanan, minuman, dan udara (al-hadits).

Dalam konteks puasa sebagai satu amalan menuju derajat ketakwaan (sebagaimana termaktub dalam Q.S. 2: 183), pegiat dakwah TQN ini menegaskan bahwa hakikat puasa yang kita lakukan adalah untuk meningkatkan kesadaran akan kehadiran Allah dalam diri dan kehidupan, yang dengannya kita akan senantiasa waspada dan berhati-hati dalam bertindak, penuh kesungguhan dalam menjalani hidup, nafsu terkendali, dan selalu merasa diawasi Allah Swt.

Di akhir sesi tanya jawabnya, pengurus MUI Kabupaten Sambas ini mengingatkan bahwa Puasa sebagaimana ibadah-ibadah yang lainnya perlu dijalani dengan baik sesuai syariat dan hakikatnya. Sebab ia adalah proses pembelajaran dari Allah, dimana kita dididik untuk sadar diri sebagai makhluk yang senantiasa membutuhkan kehadiran-Nya. Mulai dari proses lahiriah hingga bathiniah menuju perubahan diri yang lebih baik dan berakhlak (takwa). Karena sesungguhnya kebahagian sejati bagi seorang mukmin (orang yang berpuasa) adalah ketika mampu merasakan hadirnya Allah Swt dalam dirinya.  Wallahu a`lam (7 Ramadhan 1442 H) (Ibrahim)

Share this post

Post Comment